SEJARAH
KERAJAAN SAFAWI PERSIA
( Sistim politik,Kemajuan dan kemunduran )
Pada saat kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya,
kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat.
Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mughal), kerajaan
Safawi menyatakan Syiah sebagai mazhab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat
dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan.[1]
Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir
bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama
pendirinya Safi al-Din (1252-1334), dan nama Safawi itu terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan
setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan
B. Sejarah berdirinya Dinasti Syafawi
Safi al-Din berasal dari keturunan orang berada dan memilih sufi
sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan Iman Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim.
Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal
dengan julukan Zahid al-Gilani.
Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi
al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut. Safi al-Din mendirikan tarekat
Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada
tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada
mulanya gerakan tasawuf bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian
memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid'ah
Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini semakin penting terutama
setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang
bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia,
Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri luar Ardabil, Safi al-Din menempatkan seorang wakil
yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar Khalifah.[2]
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik kerap kali menimbulkan
keinginan di kalangan penanut ajaran ini untuk berkuasa. Karena itu, lama
kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur,
fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain
Syi'ah. Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud kongritnya pada
masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan keagamaan.
Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara
Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah
itu. Dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di
tempat baru itu, ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, ak-Koyunlu
(domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan
yang ketika itu menguasai sebagaian besar Persia
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat
menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan.
Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Pada tahun 1459 M Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada
tahun 1460 M ia mencoba merebut Sircassia, tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang
oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika itu
anak Juneid, Haidar masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.
Kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara
resmi pada tahun 1470 M. hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat.
Setalah Haidar mengawini salah seorang puteri Uzun Hasan, dari perkawinannya
ini lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di
Persia.
Kepemimpinan gerakan Safawi berada di tangan Ismail saat itu masih
berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di
Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya
di Azerbaijan, Syria, dan Antolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai
Qizilbash (baret merah).
Dibawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharur, dekat Nakhcehivan. Pasukan ini
terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tibriz, ibukota Ak Koyunlu, dan
berhasil merebut dan mendudukinya.
Di kota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama
Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I. Ismail I berkuasa selama lebih kurang
23 tahun, yaitu antara tahun 1501 dan 1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Ia dapat menghancurkan sisa-sisa
kekuatan Ak Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai Privinsi Kaspia di
Nazandaran, Gurgan dan Yzd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad dan
daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Kurasan (1510 M).
Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah
meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).
Tidak sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan
sayap menguasai daerah-daerah lainnya, seperti ke Turki Usmani. Namun, Ismail
bukan hanya menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci
golongan Syi'ah.
Peperangan-peperangan antar dua kerajaan besar Islam ini terjadi
beberapa kali pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II
(1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1578 M). Pada masa raja tersebut,
kerajaan Safawi dalam keadaan lemah. Disamping mereka sering berperang melawan
kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga karena sering terjadi pertentangan antara
kelompok-kelompok di dalam negeri.
Kondisi memprihatinkan ini baru bisa diatasi setelah raja Safawi
kelima, Abbas I naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588-1628 M..
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan
Safawi adalah :
1.
Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan cara
membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak yang berasal
dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.
Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani. Untuk mewujudkan perjanjian ini, Abbas I
terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah
Luristan. Di samping itu, Abbas berjanji tidak akan menghina tiga khalifah
pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usman) dalam
khutbah-kutbah Jumat. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, ia menyerahkan
saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan
Safawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya keluar
dan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.
Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari sana ia
melanjutkan serangan merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan
baik ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki
Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini
memang tidak pernah padam sama sekali.
Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan
kerajaan Usmani itu. Pada tahun 1602 M, di saat Turki Usmani berada di bawah
Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz,
Sirwan dan Baghdad. Sedangkan kota-kota Nashchivan, Erivan dan Tiflis dapat
dikuasai tahun 1605-1606 M.
Selanjutnya pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut
kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi sebuah bandar Abbas.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Secara
politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah
direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Kekhilafahan atau kerajaan Safawi berjalan tidak begitu lama kurang
lebih dua setengah abad, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I pada tahun 1501 M.
hingga kepemimpinan Abbas III pada tahun 1736 M. Kerajaan Safawi merupakan
sebuah kekhalifahan atau kerajaan yang mengambil Syi’ah sebagai madzhab Negara,
sehingga Kerajaan Safawi merupakan peletak dasar pertama terbentuknya Negara
Iran yang ada sampai saat ini.
C. Kemajuan yang Pernah Dicapai Pada Massa Kerajaan Syafawi
1.Dalam
bidang Politik dan Sosial.
keadaan politik pada masa Syafawi mulai bangkit kembali setelah
Abbas naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi Negara dengan
cara yang lebih baik, kondisi memprihatinkan kerajaan Syafawi dapat diatasi
setelah raja syafawi yang kelima, Abbas I naik Tahta, ia ia memerintah dari
tahun 1587-1629 langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka
memulihkan politik kerajaan syafawi adalah:
a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan
pengontrolan dari pusat.
b. Pemindahan ibu kota ke
Isfahan
c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan
Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya bangsa Georgia,
Armenia, dan sircassia yang telah ada sejak raja tamh I
d. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
e. Berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pada Khotbah jumat.[3].
Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.[4]
Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.[4]
Pada tahun 1902 M., pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara
Turki yang lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarekat jalaliah
(Maulawiayah) di Asia kecil. Kesempatan ini di ambil Oleh Syekh Abbas dan
berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, dirampas juga
sirwan dan Akhirnya diambilnya Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh ke
tangan Turki.[5]
Kemudian, ia sanggup menaklukkan negeri kaukasus dan diperkuatnya
batas-batas kekuasaan sampai ke balakh dan Merv. Pada bulan maret 1622 M. ia
dapat pula merampas pulau Hurmuz yang telah sekian lama menjadi pangkalan
kekuatan bangsa portugis.[6]
Sesudah Syah Abbas I, tidak ada lagi raja Syafawi yang kuat dan
akhirnya kerajaan ini dapat dijatuhkan oleh Nadhir Syah.[7]
2.
Bidang Ekonomi
Keadaan kerajaan Safawi mengalami stabilitas politik pada masa
kepemimpinan berada ditangan Abbas I dan hal tersebut memicu perkembangan
ekonomi Safawi sendiri, satu hal yang sangat mendasari kemajuan tersebut adalah
dapat dikuasai dengan sepenuhnya kepulauan Hurmuz oleh pasukan Abbas I dan
pelabuhn yang bernama Gumrun diubah menjadi sebuah pelabuhan yang sangat
setrategis dan ramai dan nama pelabuhan tersebutpun diubah menjadi Bandar Abbas
ketika itu. Dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur perdagangan laut
strategis antara Timur dan Barat yang memang wilayah ini biasanya selalu
diperebutkan oleh bangsa-bangsa seperti Belanda, Prancis, dan Inggris, namun
pada saat kemajuan kerajaan Safawi dimana pada saat itu tampuk kekuasaan
kerajaan berada ditangan Abbas I wilayah pelabuhan ini menjadi kekuasaan
kerajaan Safawi sepenuhnya. Dengan demikian sector perdagangan menjadi salah
satu andalan sumber perekonomian Safawi, disamping itu sektor pertanian juga
mengalami kemajuan terutama diwilayah Bulan Sabit Subur ( Fortile Crescent ),
dimana wilayah ini merupakan wilayah yang relatife subur untuk pertanian.
3.
Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
Dari informasi yang kami dapatkan dan dituliskan oleh para sejarawan
dalam sejarah peradaban islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, jadi tidak
mengherankan apabila pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuwan terus
dikembangkan.
Adapun Ilmuwan dan Filosuf pada masa kerajaan Safawi adalah Baha’uddin
al-Syairazi, ia adalah ahli berbagai ilmu, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad,
ahli berbagai macam ilmu pengetahuan, bahkan ia juga adalah seorang yang pernah
melakukan observasi tentang kehidupan lebah-lebah, ia juga Filosuf yang ahli
sejarah, dan teologi, sadr al-Din al-Syairazi merupakan seorang Fulosuf yang
mengarang buku “Al-Hikmah al-Muta’aliyah”.
Dalam bidang pengetahuan ini kerajaan Safawi dapat dikatakan
kerajaan yang lebih berhasil dari dua kerajaan islam besar lainnya Turki usmani
dan Mughal pada masa islam klasik atau pertengahan.
4.
Pembangunan Fisik dan Seni
Keberhasilan para penguasa Safawi membangun dan menjadikan sebuah
ibu kota baru yang besar, yaitu Isfahan. Ibu kota kerajaan Safawi ini dibangun
dan dijadikan sebuah kota yang sangat indah. Dikota ini dibangun
bangunan-bangunan yang megah dan indah pula seperti masjid-masjid, rumah-rumah
sakit, sekolah-sekolah jembatan raksasa diatas Zende Rud, dan Istana Chihil
Sutun.
Dikota ini juga dibangun sebuah alun-alun atau lapangan yang luasnya
160.500 meter. Alun-alun ini berfungsi sebagai pasar, bazaar, tempat perayaan,
dan sebagai lapangan permainan polo. Alun-alun ini dikelilingi oleh sederetan
took-toko bertongkat. Pada sisi bagian timur terdapat masjid Syekh Luth Allah,
yang mulai dibangun pada tahun 1603 M. dan selesai pada tahun 1618 M. Pada sisi
bagian selatan juga terdapat masjid kerajaan, yang dibangun pada tahun 1611 M.
dan selesai pada tahun 1629 M. Pada sisi barat berdiri Istana Ali Qapu yang
merupakan gedung pusat pemerintahan.
Pada sisi bagian utara alun-alun berdiri bangunan monumental yang
menjadi simbol bagi gedung menuju pasar dan pertokoan, tempat pemandian,
Caravansaries, masjid, dan sejumlah perguruan. Pada alun-alun ini terdapat
sebuah jalan raya Chahar Bagh sepankang 2,5 mil menuju istana musim panas dan
tempat inilah sang penguasa memberikan saran-saran kepada para duta besar serta
mengadakan upacara resmi kenegaraan.
Pada tahun 1666 M. setelah wafatnya Abbas I lalu pemimpin dari
kerajaan Safawi dipegang oleh Safi Mirza (1620-1642 M.), kemudian Abbas II
(1642-1667 M.), menurut keterangan seorang pengunjung dari bangsa Eropa di
Isfahan terdapat 162 masjid, 48 perguruan atau akademi, 1802 penginapan, dan
273 pemandian umum.
Dalam bidang seni dapat terlihat juga mengalami kemajuan pada masa kerajaan safawi ini, terlihat dari gaya arsitektur bangunan-bangunan pada saat itu, seperti terlihat pada gay arsitek masjid Syekh Luth Allah.
Dalam bidang seni dapat terlihat juga mengalami kemajuan pada masa kerajaan safawi ini, terlihat dari gaya arsitektur bangunan-bangunan pada saat itu, seperti terlihat pada gay arsitek masjid Syekh Luth Allah.
Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk karajinan tangan seperti
pembuatan karpet, keramik, permadani, pakaian tenun, mode, tembikar, dan
benda-benda seni dan kerajinan lainnya. Pada masa kepemimpinan Tahnasp I seni
lukis mulai dikembangkan. Bahkan pada tahun 1522 M. sekolah Timuriah
dipindahkan dari Heart ke Tibriz. Bizhad seorang pelukis terbesar pada masa itu
dilantik menjadi direktur perpustakaan raja dan sebagai pembimbing dari sebuah
workshop yang menghasilkan sejumlah manuskrip yang tercerahkan.
Dari sekolah seni ini terbit sebuah edisi Shah Nameh (buku tentang
raja-raja) yang mengandung lebih dari 250 lukisan dan d merupakan salah satu
dari karya besar dibidang seni lukis dan manuskrif safawi.
C. Kemunduran dan Kehancuran kerajaan safawi
Safawi merupakan kekhilafahan atau kerajaan islam yang dikategorikan
besar diakhir masa sejarah islam klasik atau pertengahan. Berawal dari
berdirinya tarekat keagamaan kemudian menjadi kekuatan politik yang melembaga
sehingga terbentuk lah sebuah kerajan safawi dan kerajaan ini merupakan
cikal-bakal terbentuknya Negara Iran dewasa ini, puncak kemajuan kerajaan
Safawi pada saat kepemimpinan dipegang oleh Abbas I (1588-1628 M.).
Karena kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah
satu dari tiga kerajaan besar islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama
dalam bidang politik dan militer. Demikianlah kemajuan kemajuan yang dicapai
oleh kerajaan Safawi, setelah itu kerajaan safawi mulai mengalami gerak
menurun. Labih-lebih setelah berakhirnya masa kekuasaan dan wafatnya Abbas I,
selanjutnya Safawi dipimpin oleh pemimpin-pemimpin berikutnya yang bernotaben
sangat berbeda dari Abbas I, dimana para pemimpin setelah Abbas I cenderung
tidak mampu mempertahankan kekuasaan dan kemajuan yang dicapai oleh Abbas I
pada masa kepemimpinannya. Beberapa factor yang melatar belakangi hal tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Konflik
berkepanjangan dengan kerajaan Usmani
Konflik antara Safawi dengan Turki Usmani dimana Usmani memiliki
kekuatan yang lebih besar dibandingkan Safawi.Sejak awal berdiri dan
terbentuknya kerajaan Safawi konflik antara dua kubu ini memenag menjadi suatu
hal yang tidak bisa dihindari, karena terbentuknya kerajaan safawi sendiri
diawali dengan melakukan pemberontakkan dan menumbangkan kekuasaan Usmani.
Selain itu perbedaan prinsip dalam bermadzhab antara kedua kerajaan ini juga
dapat menimbulkan ketegangan dan konflik yang tiada henti-hentinya, yakni
perbedaan aliran madzhab Syi’ah dan Sunni.
2. Dekadensi
Moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi
Setelah berakhirnya masa kekuasaan Abbas I kerajaan Safawi dipegang
oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya yang notabennya sangat jauh dibawah Abbas I,
tidak ada seorangpun yang memiliki visi atau kecakapan sebagaimana Abbas I.
Lebih-lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639 M. pasukan
militer Safawi terbengkalai dan terpecah manjadi sejumlah kelompok-kelompok
atau korps kecil dan lemah.
Pemimpin selanjutnya Safi Mirza selain lemah juga tidak bersikap
bijak terhadap pembesar kerajaan. Kemudian Abbas II adalah pemimpin yang gemar
hidup bersenag-senang dan minum minuman keras sehingga membuat ia jatuh
dan sakit hingga meninggal dunia.
Tidak jauh berbeda pada masa kepemimpinan Sulaiman selain pemabuk ia
juga terkenalkejam, sehingga rakyatbenci kepadanya. Kemudian pada masa
kepemimpinan Shah Husein kebijakkan otoritas yang kelewatan kepada para ulama
Syi’ah mengakibatkan mereka diperintah memaksakan doktrinitas Syi’ah terhadap
Sunni, tentu saja menimbulkan perlawanan keras dari para pengikut Sunni,
sehingga menimbulkan kemarahan dan kemurkaan besar dari pengikut Sunni Afghanistan
yang pada Akhirnya memberontak dan mengakibatkan kekalahan dipihak Safawi kal
itu Afghnistan dipimpin oleh Mir Mahmud (1722 M.).
3. Adanya
pasukan Ghulam
Sistem perekrutan militer yang dilakukan Abbas I pada masa
kepemimpinannya berakibat buruk dimasa kepemimpian berikutnya, dimana
melemahnya kekuatan dan semangat pasukan militer yang direkrut Abbas I, para
budak, hal ini semangkin membuat Safawi mengalami kemunduran.
Pasukan yang dibentuk oleh Abbas I ini berbeda dengan pasukan
Qizilbash yang mana memang dipersiapkan secara matang dan professional berbeda
apa yang dilakukan terhadap pasukan-pasukan dari budak mereka tidak
dipersiapkan secara baik, kerohanian dan mentalitas mereka tidak seperti
pasukan Qizilbash. Demikian juga generasi baru Qizilbash pun mengalami
kemunduran dalam semangat perjuangan.
4.
Terrjadinya konplik intren
Faktor yang tidak kalah juga mempengaruhi kemunduran bahkan pada
akhirnya mengalami kehancuran kerajaan Safawi dikarenakan terjadinya kebobrokan
moral khususnya dilingkungan istana lebih-lebih buruknya moral para penguasa
yang memimpin Safawi pada saat itu mengakibatkan semangkin kurangnya
kepercayaan masyarakat dan menimbulkan kemerosotan pamor Safawi dimata rakyat.
Raja Sulaiman menjadi seorang pemabuk dan menyenangi kehidupan dunia malam.
Bahkan suatu ketika ia pernah bertahun-tahun tidak peduli akan tanggungjawab
kepemimpinannya, dan pada masa kepemimpinan Husein tidak jauh beda dari kondisi
kepemimpinan Sulaiman.
Kesimpulan
Dari paparan di atas, kiranya dapat penulis tarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Nama
Safawiyah diambil dari nama pendirinya yaitu Safi al-Din (1252-1334 M). Safi
al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan
hidupnya. Ia keturunan dari Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama
Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi. Karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf, Safi al-Din diambil menantu oleh gurunya. Safi al-Din
mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan gurunya yang wafat.
Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama, karena tujuannya
memerangi orang-orang yang ingkar. Setelah itu memerangi golongan yang
ahli-ahli bid'ah. Kerajaan Safawi menyatakan Syi'ah sebagai mazhab negara.
2. Puncak kemajuan kerajaan Safawi dicapai
pada masa pemerintahan Abbas I. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai
kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas dan berhasil merebut kembali
wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja
sebelumnya.
3. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi
tidak hanya terbatas di bidang politik, tetapi juga pada bidang ekonomi, bidang
ilmu pengetahuan dan pembangunan fisik dan seni.
4. Di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
adalah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani, kemudian dekadensi moral
yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi, dan pasukan Ghulam (budak-budak)
yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi.
Daftar Pustaka
Hamka: Sejarah Umat Islam
Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981),
http://www.google.co.id/search?q=dinasti+safawi+di+persia
dikutip tanggal 15 Mei 2012
Nurhakim, Moh, Sejarah dan Peradaban Islam, UMM Press, Malang, 2003.
Ytim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. Ke-1, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993.
[1] http://www.google.co.id/search?q=dinasti+safawi+di+persia
dikutip tanggal 15 Mei 2012
[4] Ibid…,143
[6] Ibid…,69
[7] Nurhakim: Moh, Sejarah dan Peradaban Islam ( Malang: UMM
Press, 2003),85
Tidak ada komentar:
Posting Komentar