bagaimana menurut anda tentang blog ini?

Rabu, 13 Mei 2015

Sejarah Kerajaan Safawi Persia

SEJARAH KERAJAAN SAFAWI PERSIA
( Sistim politik,Kemajuan dan kemunduran )
A. Latar Belakang
Pada saat kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani. Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mughal), kerajaan Safawi menyatakan Syiah sebagai mazhab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan.[1] Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan
B. Sejarah berdirinya Dinasti Syafawi
Safi al-Din berasal dari keturunan orang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan Iman Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani.
Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut. Safi al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid'ah

Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri luar Ardabil, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar Khalifah.[2] Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik kerap kali menimbulkan keinginan di kalangan penanut ajaran ini untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi'ah. Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud kongritnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru itu, ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, ak-Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan yang ketika itu menguasai sebagaian besar Persia
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Pada tahun 1459 M Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M ia mencoba merebut Sircassia, tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika itu anak Juneid, Haidar masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.
Kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat. Setalah Haidar mengawini salah seorang puteri Uzun Hasan, dari perkawinannya ini lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia.
Kepemimpinan gerakan Safawi berada di tangan Ismail saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, dan Antolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah).
Dibawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharur, dekat Nakhcehivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tibriz, ibukota Ak Koyunlu, dan berhasil merebut dan mendudukinya.
Di kota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I. Ismail I berkuasa selama lebih kurang 23 tahun, yaitu antara tahun 1501 dan 1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan Ak Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai Privinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yzd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Kurasan (1510 M).
Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent). Tidak sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan sayap menguasai daerah-daerah lainnya, seperti ke Turki Usmani. Namun, Ismail bukan hanya menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci golongan Syi'ah.
Peperangan-peperangan antar dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1578 M). Pada masa raja tersebut, kerajaan Safawi dalam keadaan lemah. Disamping mereka sering berperang melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga karena sering terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok di dalam negeri.
Kondisi memprihatinkan ini baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588-1628 M.. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah :
1.      Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.      Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani. Untuk mewujudkan perjanjian ini, Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan. Di samping itu, Abbas berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usman) dalam khutbah-kutbah Jumat. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, ia menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya keluar dan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.
Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan baik ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tidak pernah padam sama sekali.
Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Usmani itu. Pada tahun 1602 M, di saat Turki Usmani berada di bawah Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan dan Baghdad. Sedangkan kota-kota Nashchivan, Erivan dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M.
Selanjutnya pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi sebuah bandar Abbas. Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Kekhilafahan atau kerajaan Safawi berjalan tidak begitu lama kurang lebih dua setengah abad, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I pada tahun 1501 M. hingga kepemimpinan Abbas III pada tahun 1736 M. Kerajaan Safawi merupakan sebuah kekhalifahan atau kerajaan yang mengambil Syi’ah sebagai madzhab Negara, sehingga Kerajaan Safawi merupakan peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran yang ada sampai saat ini.

C. Kemajuan yang Pernah Dicapai Pada Massa Kerajaan Syafawi
1.Dalam bidang Politik dan Sosial.
keadaan politik pada masa Syafawi mulai bangkit kembali setelah Abbas naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi Negara dengan cara yang lebih baik, kondisi memprihatinkan kerajaan Syafawi dapat diatasi setelah raja syafawi yang kelima, Abbas I naik Tahta, ia ia memerintah dari tahun 1587-1629 langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan syafawi adalah:
a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat.
b.  Pemindahan ibu kota ke Isfahan
c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya bangsa Georgia, Armenia, dan sircassia yang telah ada sejak raja tamh I
d. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
e. Berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pada Khotbah jumat.[3].
Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.[4]
Pada tahun 1902 M., pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara Turki yang lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarekat jalaliah (Maulawiayah) di Asia kecil. Kesempatan ini di ambil Oleh Syekh Abbas dan berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, dirampas juga sirwan dan Akhirnya diambilnya Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh ke tangan Turki.[5]
Kemudian, ia sanggup menaklukkan negeri kaukasus dan diperkuatnya batas-batas kekuasaan sampai ke balakh dan Merv. Pada bulan maret 1622 M. ia dapat pula merampas pulau Hurmuz yang telah sekian lama menjadi pangkalan kekuatan bangsa portugis.[6]
Sesudah Syah Abbas I, tidak ada lagi raja Syafawi yang kuat dan akhirnya kerajaan ini dapat dijatuhkan oleh Nadhir Syah.[7]
2.      Bidang  Ekonomi
Keadaan kerajaan Safawi mengalami stabilitas politik pada masa kepemimpinan berada ditangan Abbas I dan hal tersebut memicu perkembangan ekonomi Safawi sendiri, satu hal yang sangat mendasari kemajuan tersebut adalah dapat dikuasai dengan sepenuhnya kepulauan Hurmuz oleh pasukan Abbas I dan pelabuhn yang bernama Gumrun diubah menjadi sebuah pelabuhan yang sangat setrategis dan ramai dan nama pelabuhan tersebutpun diubah menjadi Bandar Abbas ketika itu. Dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur perdagangan laut strategis antara Timur dan Barat yang memang wilayah ini biasanya selalu diperebutkan oleh bangsa-bangsa seperti Belanda, Prancis, dan Inggris, namun pada saat kemajuan kerajaan Safawi dimana pada saat itu tampuk kekuasaan kerajaan berada ditangan Abbas I wilayah pelabuhan ini menjadi kekuasaan kerajaan Safawi sepenuhnya. Dengan demikian sector perdagangan menjadi salah satu andalan sumber perekonomian Safawi, disamping itu sektor pertanian juga mengalami kemajuan terutama diwilayah Bulan Sabit Subur ( Fortile Crescent ), dimana wilayah ini merupakan wilayah yang relatife subur untuk pertanian.
3.    Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
Dari informasi yang kami dapatkan dan dituliskan oleh para sejarawan dalam sejarah peradaban islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, jadi tidak mengherankan apabila pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuwan terus dikembangkan.
Adapun Ilmuwan dan Filosuf pada masa kerajaan Safawi adalah Baha’uddin al-Syairazi, ia adalah ahli berbagai ilmu, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad, ahli berbagai macam ilmu pengetahuan, bahkan ia juga adalah seorang yang pernah melakukan observasi tentang kehidupan lebah-lebah, ia juga Filosuf yang ahli sejarah, dan teologi, sadr al-Din al-Syairazi merupakan seorang Fulosuf yang mengarang buku “Al-Hikmah al-Muta’aliyah”.
Dalam bidang pengetahuan ini kerajaan Safawi dapat dikatakan kerajaan yang lebih berhasil dari dua kerajaan islam besar lainnya Turki usmani dan Mughal pada masa islam klasik atau pertengahan.
4.    Pembangunan Fisik dan Seni
Keberhasilan para penguasa Safawi membangun dan menjadikan sebuah ibu kota baru yang besar, yaitu Isfahan. Ibu kota kerajaan Safawi ini dibangun dan dijadikan sebuah kota yang sangat indah. Dikota ini dibangun bangunan-bangunan yang megah dan indah pula seperti masjid-masjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah jembatan raksasa diatas Zende Rud, dan Istana Chihil Sutun.
Dikota ini juga dibangun sebuah alun-alun atau lapangan yang luasnya 160.500 meter. Alun-alun ini berfungsi sebagai pasar, bazaar, tempat perayaan, dan sebagai lapangan permainan polo. Alun-alun ini dikelilingi oleh sederetan took-toko bertongkat. Pada sisi bagian timur terdapat masjid Syekh Luth Allah, yang mulai dibangun pada tahun 1603 M. dan selesai pada tahun 1618 M. Pada sisi bagian selatan juga terdapat masjid kerajaan, yang dibangun pada tahun 1611 M. dan selesai pada tahun 1629 M. Pada sisi barat berdiri Istana Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan.
Pada sisi bagian utara alun-alun berdiri bangunan monumental yang menjadi simbol bagi gedung menuju pasar dan pertokoan, tempat pemandian, Caravansaries, masjid, dan sejumlah perguruan. Pada alun-alun ini terdapat sebuah jalan raya Chahar Bagh sepankang 2,5 mil menuju istana musim panas dan tempat inilah sang penguasa memberikan saran-saran kepada para duta besar serta mengadakan upacara resmi kenegaraan.
Pada tahun 1666 M. setelah wafatnya Abbas I lalu pemimpin dari kerajaan Safawi dipegang oleh Safi Mirza (1620-1642 M.), kemudian Abbas II (1642-1667 M.), menurut keterangan seorang pengunjung dari bangsa Eropa di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 perguruan atau akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
Dalam bidang seni dapat terlihat juga mengalami kemajuan pada masa kerajaan safawi ini, terlihat dari gaya arsitektur bangunan-bangunan pada saat itu, seperti terlihat pada gay arsitek masjid Syekh Luth Allah.
Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk karajinan tangan seperti pembuatan karpet, keramik, permadani, pakaian tenun, mode, tembikar, dan benda-benda seni dan kerajinan lainnya. Pada masa kepemimpinan Tahnasp I seni lukis mulai dikembangkan. Bahkan pada tahun 1522 M. sekolah Timuriah dipindahkan dari Heart ke Tibriz. Bizhad seorang pelukis terbesar pada masa itu dilantik menjadi direktur perpustakaan raja dan sebagai pembimbing dari sebuah workshop yang menghasilkan sejumlah manuskrip yang tercerahkan.
Dari sekolah seni ini terbit sebuah edisi Shah Nameh (buku tentang raja-raja) yang mengandung lebih dari 250 lukisan dan d merupakan salah satu dari karya besar dibidang seni lukis dan manuskrif safawi.
C. Kemunduran dan Kehancuran kerajaan safawi
Safawi merupakan kekhilafahan atau kerajaan islam yang dikategorikan besar diakhir masa sejarah islam klasik atau pertengahan. Berawal dari berdirinya tarekat keagamaan kemudian menjadi kekuatan politik yang melembaga sehingga terbentuk lah sebuah kerajan safawi dan kerajaan ini merupakan cikal-bakal terbentuknya Negara Iran dewasa ini, puncak kemajuan kerajaan Safawi pada saat kepemimpinan dipegang oleh Abbas I (1588-1628 M.).
Karena kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Demikianlah kemajuan kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Safawi, setelah itu kerajaan safawi mulai mengalami gerak menurun. Labih-lebih setelah berakhirnya masa kekuasaan dan wafatnya Abbas I, selanjutnya Safawi dipimpin oleh pemimpin-pemimpin berikutnya yang bernotaben sangat berbeda dari Abbas I, dimana para pemimpin setelah Abbas I cenderung tidak mampu mempertahankan kekuasaan dan kemajuan yang dicapai oleh Abbas I pada masa kepemimpinannya. Beberapa factor yang melatar belakangi hal tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani
Konflik antara Safawi dengan Turki Usmani dimana Usmani memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan Safawi.Sejak awal berdiri dan terbentuknya kerajaan Safawi konflik antara dua kubu ini memenag menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari, karena terbentuknya kerajaan safawi sendiri diawali dengan melakukan pemberontakkan dan menumbangkan kekuasaan Usmani. Selain itu perbedaan prinsip dalam bermadzhab antara kedua kerajaan ini juga dapat menimbulkan ketegangan dan konflik yang tiada henti-hentinya, yakni perbedaan aliran madzhab Syi’ah dan Sunni.
2. Dekadensi Moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi
Setelah berakhirnya masa kekuasaan Abbas I kerajaan Safawi dipegang oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya yang notabennya sangat jauh dibawah Abbas I, tidak ada seorangpun yang memiliki visi atau kecakapan sebagaimana Abbas I. Lebih-lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639 M. pasukan militer Safawi terbengkalai dan terpecah manjadi sejumlah kelompok-kelompok atau korps kecil dan lemah.
Pemimpin selanjutnya Safi Mirza selain lemah juga tidak bersikap bijak terhadap pembesar kerajaan. Kemudian Abbas II adalah pemimpin yang gemar hidup bersenag-senang dan minum minuman keras  sehingga membuat ia jatuh dan sakit hingga meninggal dunia.
Tidak jauh berbeda pada masa kepemimpinan Sulaiman selain pemabuk ia juga terkenalkejam, sehingga rakyatbenci kepadanya. Kemudian pada masa kepemimpinan Shah Husein kebijakkan otoritas yang kelewatan kepada para ulama Syi’ah mengakibatkan mereka diperintah memaksakan doktrinitas Syi’ah terhadap Sunni, tentu saja menimbulkan perlawanan keras dari para pengikut Sunni, sehingga menimbulkan kemarahan dan kemurkaan besar dari pengikut Sunni Afghanistan yang pada Akhirnya memberontak dan mengakibatkan kekalahan dipihak Safawi kal itu Afghnistan dipimpin oleh Mir Mahmud (1722 M.).
3.      Adanya pasukan Ghulam
Sistem perekrutan militer yang dilakukan Abbas I pada masa kepemimpinannya berakibat buruk dimasa kepemimpian berikutnya, dimana melemahnya kekuatan dan semangat pasukan militer yang direkrut Abbas I, para budak, hal ini semangkin membuat Safawi mengalami kemunduran.
Pasukan yang dibentuk oleh Abbas I ini berbeda dengan pasukan Qizilbash yang mana memang dipersiapkan secara matang dan professional berbeda apa yang dilakukan terhadap pasukan-pasukan dari budak mereka tidak dipersiapkan secara baik, kerohanian dan mentalitas mereka tidak seperti pasukan Qizilbash. Demikian juga generasi baru Qizilbash pun mengalami kemunduran dalam semangat perjuangan.
4. Terrjadinya konplik intren
Faktor yang tidak kalah juga mempengaruhi kemunduran bahkan pada akhirnya mengalami kehancuran kerajaan Safawi dikarenakan terjadinya kebobrokan moral khususnya dilingkungan istana lebih-lebih buruknya moral para penguasa yang memimpin Safawi pada saat itu mengakibatkan semangkin kurangnya kepercayaan masyarakat dan menimbulkan kemerosotan pamor Safawi dimata rakyat. Raja Sulaiman menjadi seorang pemabuk dan menyenangi kehidupan dunia malam. Bahkan suatu ketika ia pernah bertahun-tahun tidak peduli akan tanggungjawab kepemimpinannya, dan pada masa kepemimpinan Husein tidak jauh beda dari kondisi kepemimpinan Sulaiman.


Kesimpulan

Dari paparan di atas, kiranya dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya yaitu Safi al-Din (1252-1334 M). Safi al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi al-Din diambil menantu oleh gurunya. Safi al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan gurunya yang wafat. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama, karena tujuannya memerangi orang-orang yang ingkar. Setelah itu memerangi golongan yang ahli-ahli bid'ah. Kerajaan Safawi menyatakan Syi'ah sebagai mazhab negara.
2. Puncak kemajuan kerajaan Safawi dicapai pada masa pemerintahan Abbas I. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
3. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, tetapi juga pada bidang ekonomi, bidang ilmu pengetahuan dan pembangunan fisik dan seni.
4. Di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani, kemudian dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi, dan pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi.



Daftar Pustaka

Hamka:  Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981),
Nurhakim, Moh, Sejarah dan Peradaban Islam, UMM Press, Malang, 2003.
Ytim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. Ke-1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.







[2] Hamka:  Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 60
[3] Ytim, Badri: Sejarah Peradaban Islam, Cet. Ke-1 (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1993),142
[4] Ibid…,143
[5] Hamka:  Sejarah Umat Islam ….,69
[6] Ibid…,69
[7] Nurhakim: Moh, Sejarah dan Peradaban Islam ( Malang: UMM Press, 2003),85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar